Syarat Saksi Nikah
Pertanyaan:
Apakah persyaratan orang yang akan menjadi saksi dalam pernikahan? Apakah sah pernikahannya apabila saksinya orang yang tidak/jarang sholat dan non muslim.
Syukron.
Dari: Rifaddin
Jawaban:
Alhamdulillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menjelaskan,
Syarat untuk saksi nikah: Berakal, baligh, bisa mendengar ucapan orang yang melakukan akad, dan memahami maksud dari ucapan akad nikah. Karena itu, jika yang menajdi saksi nikah adalah anak kecil, orang gila, orang tuli, atau orang mabuk, maka nikahnya tidak sah. Karena keberadaan mereka di tempat akad nikah tidak teranggap.
Apakah disyaratkan harus Adil?
Yang dimaksud muslim yang adil adalah muslim yang menjalankan kewajiban dan tidak melakukan dosa besar atau kebohongan.
Pertama, Hanafiyah berpendapat bahwa sifat adil untuk saksi, bukan syarat. Pernikahan hukumnya sah, meskipun dengan saksi dua orang fasik. Setiap orang yang layak menjadi wali nikah, maka dia layak menjadi saksi. Karena maksud utama adanya saksi adalah pengumuman adanya pernikahan.
Kedua, Syafi’iyah dan mayoritas ulama berpendapat bahwa saksi dalam urusan manusia harus adil. Berdasarkan hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali (wanita) dan dua saksi yang adil.” (HR. At-Thabrani dalam al-Ausath, Ad-Daruquhni, dan dishahihkan al-Albani).
Selanjutnya Sayid Sabiq menyimpulkan,
Pendapat Hanafiyah lebih kuat. Karena pernikahan berlangsung di masyarakat, di desa, kampung, sementara tidak diketahui status keadilan mereka. Tidak ada jaminan mereka telah lepas dari dosa besar. Sehingga, mempersyaratkan saksi nikah harus orang yang adil, akan sangat memberatkan. Karena itu, cukup dengan melihat penilaian umum pada saksi, tanpa harus mengetahui detail apakah dia pernah melakukan dosa besar atau tidak.
Kemudian, jika ternyata setelah akad diketahui bahwa ternyata saksi adalah orang fasik, ini tidak mempengaruhi keabsahan akad. Karena penilaian sifat adil dilihat pada keumuman sikapnya, bahwa dirinya bukan orang fasik. Meskipun setelah itu diketahui dia melakukan dosa besar (Fiqhus Sunnah, 2:58).
Penjelasan Syaikhul Islam
Lain dari penjelasan beliau, Syaikhul Islam menjelaskan bahwa kriteria adil dalam masalah saksi, kembali pada standar yang ada di masyarakat. Artinya jika seseorang itu masih dianggap sebagai orang baik-baik di mata masyarakatnya, maka dia layak untuk menjadi saksi, kerena telah memenuhi kriteria adil di masyarakat tersebut, meskipun bisa jadi dia pernah melakukan transaksi riba atau melakukan ghibah. Ini berdasarkan firman Allah :
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ
“Ambillah saksi dua orang laki-laki. Jika tidak ada dua orang laki-laki maka saksi dengan seorang laki-laki dan dua orang wanita, yang kalian relakan (untuk menjadi saksi).” (QS. Al-Baqarah: 282).
Setelah menyebutkan ayat ini, Syaikhul islam mengatakan:
يَقْتَضِي أَنَّهُ يُقْبَلُ فِي الشَّهَادَةِ عَلَى حُقُوقِ الْآدَمِيِّينَ مَنْ رَضُوهُ شَهِيدًا بَيْنَهُمْ وَلَا يُنْظَرُ إلَى عَدَالَتِهِ كَمَا يَكُونُ مَقْبُولًا عَلَيْهِمْ فِيمَا ائْتَمَنُوهُ عَلَيْهِ
“Ayat ini menunjukkan bahwa diterima persaksian dalam masalah hak anak Adam dari orang yang mereka ridhai untuk menjadi saksi dalam interaksi diantara mereka, dan tidak harus melihat sifat adilnya. Mereka menerima urusan yang diamanahkan di antara sesama mereka.”
Selanjutnya beliau memberikan alasan,
وَالْعَدْلُ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ وَطَائِفَةٍ بِحَسَبِهَا فَيَكُونُ الشَّاهِدُ فِي كُلِّ قَوْمٍ مَنْ كَانَ ذَا عَدْلٍ فِيهِمْ وَإِنْ كَانَ لَوْ كَانَ فِي غَيْرِهِمْ لَكَانَ عَدْلُهُ عَلَى وَجْهٍ آخَرَ. وَبِهَذَا يُمْكِنُ الْحُكْمُ بَيْنَ النَّاسِ وَإِلَّا فَلَوْ اُعْتُبِرَ فِي شُهُودِ كُلِّ طَائِفَةٍ أَنْ لَا يَشْهَدَ عَلَيْهِمْ إلَّا مَنْ يَكُونُ قَائِمًا بِأَدَاءِ الْوَاجِبَاتِ وَتَرْكِ الْمُحَرَّمَاتِ كَمَا كَانَ الصَّحَابَةُ لَبَطَلَتْ الشَّهَادَاتُ كُلُّهَا أَوْ غَالِبُهَا.
“Kriteria adil dalam setiap waktu, tempat, dan masyarakat berbeda-beda sesuai dengan keadaan mereka. Karena itu, saksi dalam setiap masyarakat adalah orang yang dianggap baik di tengah mereka. Meskipun andaikan di tempat lain, kriteria adil berbeda lagi. Dengan keterangan ini, memungkinkan untuk ditegakkan hukum di tengah masyarakat. Karena jika yang boleh menjadi saksi dalam setiap masyarakat hanyalah orang yang melakukan semua kewajiban syariat dan menjauhi semua yang haram, sebagaimana yang dulu ada di zaman sahabat, tentu syariat persaksian dalam setiap kasus tidak akan berjalan, semuanya atau umumnya.” (al-Fatawa al-Kubro, 5:574)
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
🔍 Hukum Berhubungan Intim Saat Hamil, Doa Anak Soleh Untuk Orang Tuanya, Umur Jin, Supaya Mimpi Basah, Sholat Witir Satu Rakaat, Beda Khusnul Dan Husnul